Kisah Tukang Parabot

Pada pekan pertama tinggal di kota, saya takjub dengan banyaknya bebunyian di sekeliling rumah. Begitu subuh berakhir, bebunyian pertama diawali oleh panggilan para tukang roti, tahu Bandung, susu murni, dan kang sayur tahap 1. Tukang roti terutama, memiliki nyanyian sendiri-sendiri. Begitu matahari sedikit beranjak, lain lagi panggilannya. Parade tukang sayur tahap 2 pun dimulai, demikian juga ada penjual ikan keliling. Dalam senyap itu, melangkah pula mbok jamu dengan keranjang jamu yang sudah dipastikan berat banget itu. 

Ketika siang nyaris datang, ragam jualan makin banyak. Kini muncul tukang rujak, es krim, dan buah potong. Lewat pula tukang sayur tahap terakhir. Yang merupakan andalan ibu-ibu yang tadi melewatkan pertemuan kang sayur 1 dan 2. Di bawah terik sinar matahari itu juga, melangkah tegap bapak yang memanggul bale-bale bambu. Tidak banyak suaranya yang keluar. Hanya sesekali saja. Mungkin karena beban berat yang dipikulnya. Betapa tidak, satu bale-bale saja udah berat banget, ini sampai bawa dua bale-bale. 

Di siang tengah hari itu pula, datangnya mobil perabot. Ia adalah mobil pick up yang setia meneriakkan "Parabot..parabot.." di sepanjang jalan. Bawaannya sungguh teramat banyak. Di bagian bak belakang mobil dijejali barang-barang keperluan rumah tangga, yang sebagian besar terbahan plastik. Sebut saja berbagai ukuran ember, tudung saji, pot bunga, centong nasi, dan segala barang lain yang kita perlukam di rumah. Tak kurang dari seratus jenis benda terdapat di sana. Bukan main penuh berjejal. Ada berlapis-lapis barang jualan. Piring-piring keramik, panci stainless hingga sapu ijuk. Juga ada celengan plastik dan bola plastik yang keras. Andai anak anak yang mengikuti ibunya membeli sapu, maka ada kemungkinan ia akan merengek minta dibelikan bola juga. Sungguh sebuah strategi yang handal. Ragam belanjaan menarik dan akses yang sedekat dua langkah itu merupakan keuntungan yang hebat. Para tukang parabot telah memahami hal ini sedari dulu.

Tukang parabot ini juga memahami kelemahan saya. Ia tahu persis bahwa apapun yang terjadi, butuh engga butuh, saya otomatis mendekat ke mobilnya. Ketika langkah sudah mendekat, mata sudah nanar mengamati sekeliling mobil. Maka peluang membeli sesuatu sudah berkadar 80%. Ini barangkali sebabnya tukang parabot selalu datang saban hari. Tidak peduli panas atau hujan, hari kerja atau hari libur, musim rambutan atau musim mangga. Ia selalu hadir dan mangkal persis di depan rumah kami. 

Bagi tukang parabot, kami adalah target marketnya. Saya berandai-andai, bahwa dua orang yang menjalankan bisnis parabot jemput bola ini, telah mengadakan analisis. Dan menelaah algoritma dengan mendalam. Sehingga menghasilkan keputusan-keputusan tepat tentang rute jalan yang tepat, barang-barang yang paling diminati dan berbagai gimmick yang menarik bagi konsumen. 

Dan bisa jadi bukan hanya tukang parabot yang melakukannya. Demikian juga dengan bude jamu, tukang sayur pukul 10, tahu sumedang, rujak bebek, dan tukang roti pukul 7 pagi. Mereka datang di jam yang sama, konsisten, dan percaya diri.

Alam takambang jadi guru, mereka telah jeli mengamati dan berani mengambil keputusan dari pengamatan. Saya sebagai pembeli, sejauh ini belum belajar apa-apa dari mereka, selain mendapatkan barang-barang favorit dengan mudah. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga