Jauah Bajalan Banyak Diliek


Kami jarang meninggalkan anak-anak.
Kalaupun ada yang pergi beberapa hari dari rumah, hanya salah satu saja antara saya dan suami. Salah satu akan tetap di rumah menemani anak-anak. Pada perjalanan umroh kami sebelumnya, saya dan uda memutuskan untuk berangkat bergantian agar Ifa yang baru selesai operasi bisa tetap dijaga dengan baik. Tapi kali ini, adalah pertama kalinya kami hendak meninggalkan anak dalam waktu agak lama. 14 hari tentunya akan terasa lama, baik bagi kami terlebih pula anak-anak.
Tapi, baik juga dicoba untuk melihat apakah pembelajaran selama ini akan berjalan baik ketika kami tidak di rumah.
Bismillah..

Saya kira kita akan saling menjaga jarak agar mudah move, dengan meminimalkan video call dan chat via whatsapp. Eh ternyata anak-anak tidak setuju.
Mereka memilih untuk tetap menjaga kontak dan meminta kami terus bercerita di sepanjang perjalanan. Well, mari kita coba.

Tulisan perjalanan umroh ini bukanlah review perjalanan umroh yang penuh foto. Toh suami sudah posting banyak sekali foto di FB dan IG 🤭😁
Saya juga tidak bisa menulis saran atau tips seputar perjalanan umroh. Karena begitu saya berangkat dengan suami dan adik ipar, saya lantas merasa aman tanpa perlu berpikir 🤭 Semua sudah diatur dan dijaga dengan baik oleh suami dan adik ipar. Bahkan perpindahan jalur MRT di Singapore pun saya bisa santai mengabaikan rute di dinding, toh tinggal mengikuti punggung uda saja.
Sungguh bukan sebuah review perjalanan yang baik tentunya.

Cerita saya justru tentang rumah, tentang Atya dan Ifa yang belajar survive tanpa ayah dan bunda.
Cerita ini akan dimasukan ke dalam postingan berjudul kartu pos. Sesungguhnya banyak kartu pos sudah dikirimkan rutin kepada Atya dan Ifa sejak keberangkatan. Hanya saja menuliskan pada blog bisanya dilakukan di sela waktu istirahat sejenak di hotel.
Mari kita mulai dengan kartu pos pertama.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga