Ke-Sembilan

Ketel air di kompor membunyikan peluit keras pertanda air yang saya jerang telah mendidih. Saya lantas menyudahi beberes kertas lukisan anak-anak yang belum disimpan tadi malam.
Untuk kesekian kalinya saya membangunkan suami.
Kali ini dengan suara bernada mendesak.
"Uda, ini sudah pukul setengah enam."
Sekali lagi uda  membalikkan badan, seperti masih enggan bergerak dari bantal. Saya mendesak sekali lagi, dan uda pun beranjak duduk.

Saya kemudian fokus mengurus anak-anak  yang akan berangkat ke sekolah. Beberapa menit berlalu  cepat, dan kini Atya sudah menuntaskan persiapan ke sekolah. Ifa masih menekuri mangkuk sereal, tapi tidak mengapa, masih ada cukup waktu untuk Ifa bersiap ke sekolah.
Hanya saja, setelah semua kesibukan pagi ini, kenapa langit masih gelap saja kelihatannya. Seharusnya garis-garis cahaya fajar sudah menyirami ruang tamu. Dan herannya mama kok masih belum menuntaskan bacaan Al Quran subuh ini.
Merasa ada yang tidak sesuai, saya melirik sekali lagi ke jam dinding.
Duhai..
Ternyata masih pukul lima subuh!
Saya pun bergegas meraih smartphone untuk memastikan kalau jam dinding kami tidak kehabisan baterai dan menampilkan panduan waktu sesukanya.

Dan jam di rumah ini tidaklah mengkianati, sayalah yang keliru memandangnya.
Huhuhu...

Saya bergegas ke pintu kamar mandi dengan rasa bersalah.
Uda mestinya sudah tahu tentang situasi jam ini karena sekilas saya melihat uda memegang hp sebelum ke kamar mandi.
"Uda, uda sudah lihat jam?"
"Hmm..sudah."
"Maaf ya Da, tadi salah lihat jam."
"Hmm..ya."

Fiuhhh...
Etapi kok tadi uda diam saja ya pas tahu kalau ini masih kepagian.

Akan tetapi bukankah memang demikian. Melihat 9 tahun perjalanan ini, uda ternyata tidak sekalipun menggugat, bahkan sekadar berkomentar bahwa saya saya salah lihat jam pun tidak. Perkara salah melihat jam pagi ini merefleksikan banyak hal lain yang tidak dibahas uda. Uda lebih cenderung memberi saya ruang untuk mengenali diri dan memperbaiki situasi.
Sejauh ini, hal begini ideal untuk saya bertumbuh.
Saya tidak memilkiki ilmu pengasuhan anak, namun kini saya beranjak lebih paham tanpa uda menuntut apapun. Uda sebagai gantinya memberikan ruang belajar yang nyaman dan kemudahan dalam proses belajar. Bagi saya ini sudah sangat luar biasa.

Kini telah sembilan tahun bersama, saya kira saya tidak akan sampai sejauh ini tanpa uda.


Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga