Perjalanan Komposting di rumah

Di masa lalu, melakukan kompos terdengar menyulitkan. Bagi kami petani di desa, sudah pernah ada penyuluhan komposting. namun ada beberapa faktor yang menyebabkan kita tak kunjung melaksanakan komposting. Pertama, terasa ribet aja semua panduan komposting itu. lalu ada bahan yang perlu dibeli, ini tak mudah mengingat transportasi di kampung yang tidak seleluasa di kota. kemudian, terasa lebih mudah menumpuk sampah lalau membakarnya, selain cepat, abunya juga bisa jadi pupuk tanaman. Pastinya sih karena kurangnya niat dan merasa tidak butuh komposting.

Ketika berada di Jakarta dan berhadapan dengan tantangan baru, maka kompos terasa dibutuhkan. Pertama sampah rumah tangga membutuhkan waktu untuk sampai ke tempat pembuangan akhir, dan terbayang sudah betapa tingginya sampah di sana. bayangkan untuk sayur singkong saja, lebih banyak yang dibuang dibanding yang dikonsumsi, dalam 3 ikat sayur daun singkong, hanya sepiring yang bisa diambil, sisanya masuk ke tempat sampah. Demikian juga dengan berbagai sayuran lainnya, pasti ada bagian yang dibuang. Buah-buahan pun tak kalah perannya dalam memenuhkan tong sampah. Kulit buah-buahan ternyata menyumbang cukup banyak jumlah sampah rumah tangga.  Kedua, karena kebutuhan pada media tanam yang bagus. Karena berkebun lebih lama dibanding komposting, saat berkebum dulunya kami suka menemukan kondisi bahwa tanaman bunga kami tak seindah saat dulu dibeli di tukang tanaman. Padahal rasanya sudah disayang sedemikian rupa dan juga sudah diairam sebagaimana mestinya.  Pada salah satu sesi belajar rumbel Berkebun IP Jakarta, kami lalu bertemu pengetahuan tentang media tanam yang baik. Pada rumbel berkebun juga kami berjumpa materi dan teknik komposting.

Whoaa.. ternyata tidak susah susah amat yaa... Dari sekian banyak cara komposting, teknik yang paling sesuai adalah teknik kompos osaki. karena mudah, tidak butuh banyak tempat dan juga tidak menimbulkan bau. Faktor-faktor diatas penting utk situasi di rumah.

Setelah dijalani, kami merasa komposting tidak hanya sekadar mengurangi jumlah sampah. Tentu saja jumlah sampah berkurang secara signifikan. Dan juga bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan bertanam sayur dan bunga. Komposting lalu menjadi sebuah niat menyelamatkan bumi dari timbunan sampah.
Dalam scope kecil keluarga kami, komposting menjadi media belajar bagi anak-anak.
Pelajaran memilah sampah membuat anak paham makna kelestarian alam dan upaya menjaganya. Sesi memotong halus sisa sayuran dan buah merupakan latihan motorik yang asik dan menyenangkan. Sebuah momen kebersamaan yang bisa diisi dengan ngobrol atau berimajinasi dengan potongan sayur yang kita buat. Tidak selalu bahagia sebenarnya karena ada kalanya sebuah luka kecil terjadi, lalu kita pun beralih main dokter kecil.
 Kegiatan membuat mol utk kompos juga merupakan pembelajaran.. mulai dari memilih tape, menghancurkan, melihat reaksinya saat tutupnya dibuka.

Kompos juga menghadirkan sebuah tantangan di rumah. Karena melaksanakan kompos tak selalu mudah. Pernah suatu ketika kompos kami dihuni ratusan serangga kecil nan tangguh. Tak mempan diusir dengan potongan bawang putih, tak enyah meski dijemur panas matahari terik pukul dua belas siang. Beberapa kali percobaan lainnya pun dilakukan tanpa kapok. Akhirnya berjumpa bahwa dengab dimasukan ke wadah kedap selama 3 hari membuat serangga tadi menyerah. Kompos pun dilanjutkan seperti biasa.
Menarik bahwa hari demi hari, selalu saja ada tantangan seru dari teras rumah. Tantangan yang jadi pengingat bagi saya dan mama dan menjadi pembelajaran bagi anak-anak.

Maka bagi keluarga kami, kompostinf bukan hanya urusan sampah, ini lebih ke perjalanan keluarga.


Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga