Ifa (dan Bunda) yang Sedih

Assalamualaikum,

Cerita sekolah Atya sudah diniatkan untuk tersimpan rapi tidak di-publish kemana-mana, maka untuk postingan kali ini meski ada kaitannya dengan sekolah Atya, sebenarnya ini adalah kisah Ifa.
Dengan pertimbangan agar proses pembelajaran kakak di sekolah berlangsung optimal, kami sepakat kalau kakak di usia menjelang lima tahun ini akan mulai bersekolah sementara adek akan mulai sekolah tahun depan.

Kliatannya sederhana kan ya..
Tapi menjalankannya ternyata penuh tantangan.


Soalnya selama ini Atya dan Ifa nyaris selalu bersama. Mereka berdua adalah partner untuk semua kegiatan sepanjang hari. Jika kakak perlu dibawa ke dokter sementara adik ditinggal di rumah, adek akan resah menunggu kepulangan kakak. Trus pernah juga kakak menemani saya ikut seminar, sementara adek dijaga bude di rumah mengingat adek belum bisa mandiri di kids area. Hasilnya adek mati gaya, bingung aja mau ngapain.
Jadi kasian kan ya..

Sebenarnya, jauh berbulan-bulan yang lalu, setelah kakak didaftarkan ke sekolah, saya, suami dan mama sudah pelan-pelan bilang ke adek kalau kakak akan sekolah.
Ketebak aja sih hasilnya.
Berujung dengan air mata Ifa.
Intinya Ifa kekeuh sekali mau sekolah juga, bahkan Ifa gak mau diberikan penjelasan apa-apa.

Setelah berbulan-bulan dan beratus kali penjelasan, Ifa mau menerima urusan sekolah ini. Kali Ifa sudah sepakat menunggu tahun depan.
Alhamdulillah..
Udah lega dong?
Belummm!!

Saat seragam sekolah kakak datang dari sekolah, kakak berbinar gembira, namun saya mengemasi seragam ini segera demi melihat wajah tanpa cahaya milik Ifa. Saya pikir saya akan mengecek seragam ini nanti saat Ifa sudah tertidur, rasanya sungguh gak tega.
Juga saat beli sepatu sekolah, saat beli seragam polisi cilik (yang saya juga bingung kenapa pake seragam polisi, soalnya susyah nyarinya hahaha..) trus saat beli baju panjang putih untuk hari Jumat, saya galau sendiri.
Ifanya sih diam saja, tapi rasanya kok tetap ga tega ya.

Akhirnya tiba saatnya Atya sekolah.
Ifa melepas kepergian kakak pagi itu tanpa tangisan, hanya dadah dadah ke kakak kemudian kembali bermain.
Ada kalanya Ifa gak mau melihat sama sekali kepergian kakak, dadah-dadah sih tapi membelakangi kakak. 
Udah dong?
Huwaaa.. belummmm....

Ifa memang ga nangis, tapi karena itulah saya jadi sedih diam-diam.
Saat pukul lima pagi saya membangunkan Atya, Ifa lah yang duluan bangun dan sigap duduk, trus ikutan membangunkan kakak. Saat saya menanyakan ke Atya, mau pakai tas yang mana hari ini, Ifa yang sigap mengambilkan begitu kakak selesai menyebutkan tas mananya yang mau dipakai.
Ketika kakak sudah benar-benar siap untuk berangkat, Ifa akan bergegas memakai kaus kaki dan memakai sepatu hanya untuk membukakan pagar.
Sedih ga tuh..
Ifa dari kecil memang selalu cekatan, saya bangga sekali dengan kelebihan Ifa ini. Tapi melihat Ifa cekatan membantu kakak, saya jadi bangga plus nyesek.

Sebenarnya sejauh ini Ifa terlihat tegar. Setidaknya saya pikir begitu ya, karena kan Ifa kalau kenapa-kenapa dia pasti bakalan ngadu.
Kalau aja ada masalah dengan kakak atau bude, Ifa kan suka curhat :p jadi mestinya urusan sekolah juga akan disampaikan ke saya. Tapi ini nggak ada loh keberatan dari Ifa.

Udah aja dong?
Belum laaah ;)
Pagi-pagi Ifa memang luar biasa sigap, bisa bangun pagi dengan semangat. Tapi ada kalanya Ifa sedih melihat saya sibuk aja ngurusin kakak.
Pernah saat saya sedang tekun keramasin rambut kakak yang panjang, Ifa berdiri di pintu kamar mandi.
Manyun.
"Bunda, Ifa mau teh."
Saya menatapnya dan tersenyum.
"Seharusnya bagaimana Ifa bilang minta teh nya Nak?"
Dalam kondisi biasa Ifa akan meralat ucapannya dengan menambahkan kata tolong, tapi kali ini Ifa langsung meledak tangisannya.
Mama turun tangan menangani Ifa, mama pun menurunkan toples gula dan teh.
"Kita bikin teh nya sama-sama yuk."
"Gak mau sama nenek! mau Bunda!!"
Tangis Ifa pun memenuhi rumah.
 Atau..
Saat bangun pagi, Ifa mengeluarkan statement:
"Bunda gak usah mandikan kakak ya Nda."
Aduh Nak...

Kelar drama seputaran mandi, berlanjut ke drama menyiapkan bekal. Ifa maunya juga disiapkan bekal yang sama dengan kakak, jadi saya akan menyiapkan empat botol minum. Susu dan air putih untuk Atya dan demikian untuk Ifa.
Gak sesederhana itu urusannya, karena Ifa kadang menuntut warna tertentu, ungu untuk susu, kuning untuk air putih misalnya, besoknya bisa berubah lagi tuh warnanya. Saya sih suka-suka aja menyiapkan botol minum ini, hanya kadang untuk saya yang bekerja bak robot di pagi hari yang hectic itu, tentunya urusan warna botol minum, adalah priority nomor sekian.
Tangis bisa merebak lagi disini..
Hiks...

Ifa sedih, saya juga lebih sedih, mama antara sedih dan kasihan.
Tapi kami sama-sama menyadari bahwa yang Ifa perlukan adalah saya memperhatikannya sebanyak perhatian yang saya limpahkan ke kakak. But bagaimana menyampaikan ke pipi bulat tiga tahun ini bahwa cinta saya sama besarnya, tapi plisss bisakah pagi kita berlangsung tentram.
Pagi penuh emosi pun berlangsung berhari-hari.

Hingga saya mengikuti webinar bersama Institut Ibu Profesional. Ini adalah bagian dari program Bunda Sayang yang saya ikuti. Kali ini membahas tentang kemandirian anak. Setelah mengikuti sesi belajar dan tanya jawab, saya merencanakan latihan kemandirian untuk Ifa yang tidak hanya melatih ifa, tapi juga akan bermanfaat untuk mengurangi drama pagi hari kami.
Solusinya adalah cuci piring! :)
Keren kan :)
Ifa diberikan beberapa pilihan tugas seperti menjemur handuk sendiri sehabis mandi, mencuci piring, mencuci kaus kaki dan beberapa pilihan lainnya. Ternyata ifa memilih cuci piring :)
Setelah sebelumnya Atya dibiasakan untuk mencuci piring, maka saya pikir untuk Ifa bagus juga diberikan tanggung jawab mencuci piring di pagi hari. Ifa sendiri menyambut gembira usulan latihan kemandirian ini. Saya sih tahu persis apa alasan kegembiraan Ifa: karena Ifa suka sekali main air : P

Pagi subuh berikutnya, saat saya membangunkan kakak untuk bersiap ke sekolah, Ifa terbangun dan duduk sigap.
Ifa keluar kamar aja langsung dan menuju bak cuci piring. Saya segera memakaikan celemek padanya.
"Nda, kalau baju Ifa tetap basah gimana."
"Ya gak papa kalau basah, sekalian mandi dan ganti baju."
Ifa nyengir lebar :)
Pagi itu pun berlangsung damai.
Hebatnya, Ifa juga menggosok bak cuci piring setelah semua piring kelar dibersihkan, padahal gak disuruh.
two thumbs banget pokoknya.
Ifa menatap saya dengan bangga karena berhasil mengerjakan tugas pagi. Saya nyaris meledak saking bahagianya.
Bunda very proud of you *hug*

Begitulah, pada pagi berikutnya, tugas Ifa kadang berganti dengan menyiangi sayuran, terutama jika udara masih begitu dingin untuk Ifa mencuci piring.
Kesimpulan saya, selama ini Ifa merasa diabaikan dan tidak berarti. Ifa ingin diperhatikan dan ikut serta tapi tidak tahu bagaimana caranya. Dengan tugas ini, Ifa merasa menjadi bagian penting dari pagi kami yang sibuk dan Ifa menemukan kegembiraan dari kegiatan paginya. Bagi saya dan suami ini adalah tahapan kemandirian yang penting untuk Ifa.
Alhamdulillah..


Sudah dong ya sedihnya, masak masih sedih sih.
tapi masih lhoo..
Hahaha...
Saya dan suami sering berbagi sedih, karena sungguh gak tega melihat Ifa ditinggal kakak ke sekolah. Mana kadang Ifa suka cerita tentang teman sekolah dan bu guru imajinasinya sendiri.
Sedihnya berasa banget-banget, honestly saya suka nangis sendiri.
Semoga tahun ini segera berlalu ya..

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga