Masa Kecil: TV dengan Aki


Di toilet kantor, lupa entah apa obrolan sebelumnya, tapi atasan bilang ke saya:
"Ini akibat dulu sering makan makanan ringan waktu kecil." (fyi..atasan saya bisa banget jadi teman ngobrol yang asik termasuk urusan cela-celaan begini).
Saya nyengir..
"Engga lah Bu, waktu kecil adanya ya makanan kampung dari singkong atau jagung. Gimana mau aneh-aneh, secara listrik aja ga ada."
"Nah itu, jadi penyebabnya karena listrik itu."
Seorang rekan junior segera nyamber:
"Mba, itu beneran masa kecilnya gak ada listrik?"
Raut wajah kagetnya seolah sedang melihat alien nyasar.
"He eh.."
Obrolan di toilet pun bubar jalan begitu aja.

Tapi pas balik ke ruangan kerja, saya jadi kepikiran dong ya. Jangan-jangan nih ya.. dari gedung puluhan lantai ini, dari sekian ribu karyawan, hanya saya seorang yang masa kecilnya dilewati zonder listrik.
Hiks..
Kepercayaan diri seketika runtuh, trus nangis memeluk PC.


Beberapa menit kemudian berlalu sementara saya fokus ke pekerjaan. Urusan masa kecil minus listrik pun terlupakan, hingga ada yang mencolek dari belakang dan memanggil dengan nada rendah.
"Mba.."
Saya berbalik ke seraut wajah berjerawat. Bersiap untuk ditanya karena junior satu ini kadang masih suka mengonfirmasikan beberapa hal tentang pekerjaan.
"Mba, mba ga becanda kan tadi?"
"Becanda yang mana?"
"Ituh. yang kalo mba dulu waktu kecil gada listrik."
Hayah...
Please deh..
Wajah udah berubah jadi ala mentor gini kok ditanyain tentang urusan listrik masa kecil. Akhirnya saya janjikan untuk menceritakan kisah ini di jam istirahat.

Eh beneran ditagih loh ceritanya.
Hadeh...
Ya udah terpaksa saya mengisahkan masa lalu ke junior ini, plus ada satu orang pendengar aktif, dan ada satu junior lagi pendengar diem-diem.. :) Selama saya bercerita, wajah mereka takjub.. Ngg.. gak tau juga sih apa takjub atau prihatin.. huhuhu...

Dulu, yang ini cerita dapet dari mama sebenarnya, listrik masuk ke Tungkar, tanah kelahiran saya, di tahun 1977, saat nagari kami menang lomba desa tingkat propinsi. Saat itu Wali Nagari meminta agar hadiah untuk nagari kami adalah agar listrik masuk ke kampung kami, yang alhamdulillah dikabulkan. Enggak kebayang kalau nagari kami ngga menang, entah kapan akan ada listrik. Kampung kami pun menjadi nagari pertama yang menikmati listrik di sepenjuru kabupaten.

Saat saya lahir beberapa tahun kemudian.. yang ini ga boleh disebut tahunnya yak :) kampung kami tentunya sudah terang benderang, bahkan nenek saat itu sudah rutin aja nonton Dunia Dalam Berita.
Masalahnya, saat usia saya 5 tahun, mama dimutasi ke kampung yang sebenarnya gak jauh-jauh amat dari tempat sekarang, tapi disana belum disinggahi listrik!!
Hiks..hiks..
Jadilah kami menuju ke kegelapan dalam artian sesungguhnya.
TV kami pun perlu pendamping untuk bisa meneruskan hidupnya, yaitu aki. Di titik inilah kenangan saya dengan TV ber-aki dimulai.
Mereka terpana antusias saat saya ceritakan bahwa TV mesti pakai tenaga dari aki, jika tv sudah berkedip manja artinya aki perlu dibawa ke tukang aki, saya deskripsikan ke adik-adik manis ini kalau di tukang cas aki, ada banyak sekali aki berjajar dengan kabel-kabel.

Terutama saat mau menjelang pertandingan tinju atau 30 September, aki harus siap sedia. Karena di kampung kami hanya ada dua warga yang punya tv, kalau ada acara-acara terntetu, rumah kami akan rame luar biasa, dipenuhi seisi kampung yang mau nonton.

Dan dear, tentu saja saat itu TV kami adalah TV hitam putih.
Setelah cerita saya selesai, malah mereka minta diceritakan hal lain di masa kecil saya, yang menurut mereka pasti ajaib. *hih... sungguh junior yang budiman.

Anyway... meski saya jauh tertinggal beberapa tahun dalam hal perlistrikan, tapi paling nggak... kan jadi punya kenangan manis dengan aki. eh..
Hihihi...

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga