Perempuan dan Hal-hal yang disimpan rapi

Pandemi di negeri membawa budaya baru pada banyak aspek. Ada hal-hal yang ditinggalkan sama sekali dan ada yang perlu dimodifikasi. Semuanya itu demi membentuk keseimbangan. Seperti sama diketahui bahwa virus Corona ini mengubah banyak hal. Saya sendiri dulu meyakini bahwa ada dua bisnis di Jakarta khususnya yang tidak akan pernah oleng, yaitu travel umroh dan wedding package. Sebuah travel umroh memiliki banyak rekanan seperti halnya sebuah tim pelaksana pernikahan. Jika pada travel umroh ada bentuk kerjasama dengan pembuat koper atau pengusaha tekstil. Maka di wedding organizer, ada rekanan katering, dekorasi, bunga, musik, dan banyak lagi pihak lain yang terlibat. 

Nyatanya saya salah duga. 

Ya siapa juga sih saya yang bukanlah pengamat yang sejatinya pengamat. Ini hanyalah selintas pikiran belaka. Alibat saya amazed sama orang-orang yang selalu ada yang berangkat umroh dan menikah di sepanjang tahun. 

Pandemi lalu menghentikan itu semua. 

Selama beberapa bulan, praktis tidak ada yang berangkat umroh dan tidak ada yang menikah kecuali di kantor KUA. 

Menikah di kantor KUA tentu saja tidak memerlukan pihak2 segambreng tadi. Tinggal datang beserta keluarga yang sangat dibatasi, lalu prosesi akad nikah dilangsungkan. Sudah begitu saja.

Hingga beberapa bulan kemudian, saat kehidupan berangsur normal. Normal sebisanya, dengan tatacara yang baru. 

Pada sebuah resepsi pernikahan, lazim sekarang menggunakan metode hampers. Dimana tamu datang, memberikan selamat kepada kedua penganten dan orang tuanya. Lalu kemudian sebelum pulang, tamu akan mendapatkan bingkisan hampers dari panitia. Hampers ini biasanya berisikan paket nasi lengkap dengan aneka snack. Kadang juga disertai dengan hampers yang berisikan souvenir. Saya langsung jatuh cinta pada segala hampers ini. Bukan saja karena semua makanan dikemas rapi dan higienis dalam kotak kecil, lalu disusun dalam hampers. Namun juga karena saya menyukai keranjang bambu yang kini lazim disebut hampers. 

Keranjang-keranjang itu sedemikian aesthetic sehingga saya bisa menjadikannya tempat menaruh skincare, juga saya jadikan pajangan di kamar. Salah satu keranjang itu menjelma menjadi kotak P3K. Terus di kamar anak-anak, ia menjadi kotak penyimpanan segala benda mungil khas milik anak remaja.

Tapi masalahnya, keranjang itu cepat sekali berdatangan. Segera saja rumah saya dipenuhi keranjang menarik itu,.hingga ia tidak lagi saya sambut dengan mata berbinar. Melainkan dengan kening berkerut. Aduh, mau taruh dimana nih.. 

Ini hampir sama dengan besek bambu berbentuk persegi, yang saya temukan di sebuah acara. Saat itu makan siang dimasukan dalam sebuah besek. Saya lantas menyimpan besek-besek itu untuk dibawa pulang. Saya segera menyusun daftar kegunaan besek itu. 

  • Bawang merah
  • Bawang putih
  • Kentang
  • Bumbu dapur kering
  • Kerupuk
Tapi karena sayang akan banyaknya besek yang menumpuk di dekat tempat sampah, saya lalu membawa beberapa besek tambahan. Yang akhirnya ngga kepakai. Tapi saya merasa sayang sekali kalau dibuang begitu saja. 

Hiks.. 

Mungkin ini engga ada kaitannya pada pandemi dan new normal activities. Ini simply karena kesulitan memilah benda-benda yang benar-benar diperlukan. Pada titik tertentu benda yang seharusnya sangat menarik dan bermanfaat, bisa membentuk mozaik bernama - tumpukan barang bermanfaat yang belum dimanfaatkan hingga sampai entah kapan - 

Olala.. 

Mungkin memang perlu rajin-rajin menoyor diri sendiri. Bahwa segala hal yang berlebihan itu tidaklah baik, meskipun ia berupa keranjang bambu yang disimpan rapi. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga