Prau, Pendakian Pertama


Sejenak hening saat kakak bilang kalau ia pengen mendaki gunung. Ini ide yang absurd, tetiba muncul di tengah topik diskusi lainnya yang tidak kalah seru sore itu. 
Tapi matanya berbinar.
Cemerlang.
Semua kegembiraan seakan tertumpah di raut wajahnya, sementara ia menunggu sebuah jawaban penting.
Karena sebuah "iya" dari bunda akan menambah penggalan cerita berwarna indah pada hidupnya yang sudah penuh warna warni. Dan "tidak" akan menghilangkan seluruh keceriaan di wajah bulat itu. 

Yang kakak tidak tahu adalah, saat perkara pendakian disampaikan pada seseorang yang dekat dengan alam sedari kecil, sebenarnya itu sudah auto approved. 
Atau jangan-jangan kakak sudah menyadari ini sebelumnya. Sehingga bisa dengan ringan menyampaikan ide asing dengan wajah seoptimis itu. Saya kira kakak sudah tahu kalau saya akan se-excited dirinya. 
Atau mungkin malah lebih. 
Karena itu berarti menjemput impian lama. Bahwa saya sangat suka dengan tanaman, hutan dan ketenangan di dalamnya.

Saat saya mengiyakan dengan senyum merekah, udara beriak di sekitar kami. Kegembiraaaan meledak bersama sorakan kakak. 

Selanjutnya kami bergegas memasuki masa persiapan. Rasanya tidak bijak jika kami, pemula yang berada pada usia yang tidak pas ini, jika tiba-tiba menghambur memasuki hutan begitu saja. Saya sendiri jadi rentan karena sudah di atas 40an yang jarang berolahraga. Di pihak lain, kakak terlalu sibuk dengan sekolah, les dan organisasi.
Selama ini sudah lupa dengan yang namanya olahraga.
Jadi bersamaan dengan mempersiapkan outdoor gear, kami lalu rutin cardio dan legday, serta jogging kalau sempat. Yaaa disempat-sempatkan pastinya. Karena tau diri kalau fisik sudah tidak terlatih dan terutama takut bakalan tremor saat pendakian nanti. 
Lebih serem lagi kalau video pas kami kenapa-kenapa itu, ternyata tersebar dan viral pula. Huwooo..  
Jangan sampai terkenal di jalur yang ngga asik begitu.
Setelah merasa siap, kami mengatur waktu pendakian dengan bantuan Irsyad, teman yang udah lama jadi adik yang baik.
Sebagai permulaan, kami akan mendaki Gunung Prau di Jawa Tengah.

Akhirnya waktunya datang!
Yeayyy!
Kami berangkat 13 Juni bersama open trip Tiga Dewa Adventure, yang direkomendasikan Irsyad. Kami berangkat dari basecamp pukul 9 malam hari bersama rombongan peserta lainnya. Saya berkenalan dengan Athiya, teman Irsyad yang dulunya juga bertemu di pendakian. Kami menggunakan transportasi elf, dan dijadwalkan kami akan sampai pagi hari jam 7. 

Kami sholat subuh di sebuah mesjid di kabupaten Kendal, kemudian melanjutkan perjalanan ke Wonosobo. Meskipun sudah berulangkali ke Wonosobo, tapi nafas masih saja senantiasa tertahan saat melihat hamparan sayuran di lereng. Berbaris-baris tanaman sayur aneka rupa tumbuh subur. Rasanya seperti parade tanamana. Pagi itu, beberapa orang petani sudah turun ke ladang dan langsung giat bekerja. 
Sesekali kami juga berpapasan dengan Baoak Ibu petani di jalan, yang disapa sopir bus kami dengan ramah. 
Saat kami berjumpa anak sekolah yang berjalan kaki, sopir kami dengan baik hati akan membunyikan klakson untuk menyenangkan hati mereka. Tentu saja rentetan klakson itu disambut dengan tawa lebar khas anak-anak.

Sampai di basecamp, kami mandi. Kemudian lanjut sarapan yang disiapkan oleh tim Tiga Dewa, berupa nasi prasmanan yang hangat. Habis itu lanjut chit chat kenalan dengan peserta lain. Pukul sebelas, kami dikumpulkan untuk briefing. Isinya mencakup do and donts, rute, berbagai warning dan juga menjelaskan bagaimana cara tim OT mengurus kami. 
Kelar briefing, kami lanjut naik ojek ke pos 1. Sebenarnya bisa saja kalau mau jalan aja, durasinya sekitar 1 jam. Tapi kami kompakan memilih opsi naik ojek buat menghemat tenaga. Fyi, ojeknya bayar Rp.25.000 bonus pemandangan indah dan pengalaman ngebut naik ojek di tengah kebun sayur, heuheu...


Saat memulai pendakian, saya pikir saya akan ada di sepertiga rombongan di belakang. Tapi masih optimis juga sih kalau tidak akan bareng sweeper juga. Meskipun abang sweepernya dengan baik hati bilang, bahwa kita itu lagi jalan-jalan bukannya perlombaan. Sehingga sah banget kalau nyantai jalannya. Tapi saya merasa bakal low banget jadinya kalau sampai jalan bareng sweeper. Akhirnya sepanjang perjalanan kayak menguji diri sendiri.

Di perjalanan, kami melangkah stabil dengan kecepatan sama. Rombongan kecil kami ada enam orang, dengan dua orang di antaranya sudah sering mendaki. Sekali saya bilang agar mereka duluan saja, kalau dirasa saya dan Atya jalannya lama. Tapi mereka menolak, naik sama-sama, di jalan berbarengan dan nanti turun sama-sama juga.
Huwooo... jadi terharu, dan jadi tambah semangat. 

Kabar baiknya, perjalanan ini melalui jalur Wates yang vegetasinya rapat, sehingga terasa nyaman. Selain itu jarang sekali kami bertemu pendaki lain. Sehingga leluasa menikmati suasana, mendengarkan kicau burung, merasakan terpaan kabut tebal dan mengamati kayu berlumut yang terasa magical. 


(To be continued) 






Comments

Popular posts from this blog

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

I am Small & Perfect

Prau, Pendakian Pertama (Part #2)