Posts

Showing posts from July, 2016

Do and Don't

Beberapa bulan belakangan, saya mulai jarang membaca timeline di facebook. Soalnya suasana di timeline belakangan rada panas, kurang cocok dengan saya yang lagi butuh ketenangan... halah.. Hihi... Yang menjadi penyebabnya adalah postingan-postingan 'berbalas pantun' :p Perdebatan-perdebatan yang nggak berujung dan nggak berguna, belakangan kok ya sering muncul. Akhirnya saya milih ngalah.. hanya ngecek inbox facebook. Dan memilih mantengin twitter yang lebih bisa dipilah info-nya. Kalau nggak nyaman ya tinggal di unfollow aja. Tapi sekarang facebook juga sudah ada menu unfollow juga ya.. meskipun tetap berteman tapi saya bisa 'tutup mata' untuk postingannya. Kayaknya saya emang lebih cocok ngumpul sama emak-emak di IIP yang kalau diskusi dibatasi aturan main di grup. Seberapapun fasihnya kita di semua lini info, yang dibahas di grup IIP hanya soal: Pendidikan anak dan keluarga Peningkatan kualitas diri kita sbg ibu, istri dan perempuan Topik bahasan ttg  bunda

Dukungan Suami Tercinta

Di Institut Ibu Profesional, saya melihat pasangan pak Dodik dan Bu Septi yang bergandengan tangan dan bekerjasama di jalur yang sama. Kemudian juga banyak teman-teman di kepengurusan IIP yang sejalan dan bisa bareng-bareng ikut seminar parenting atau kegiatan IIP.  Lah saya gimana... kita tidak akan pernah bisa bepergian bersama mengingat suami bekerja 7 hari dalam seminggu dan bahkan di akhir pekan kami hanya bertemu beberapa jam saja :) Tanya saya menemukan penawarnya ketika saya mendapatkan reward private coaching bersama Pak Dodik dan Bu Septi, saya pun menanyakan perihal saya akan berjalan sendirian dalam dunia parenting ini. Jawaban dari Bu Septi dan tambahan dari Mbak Lala saat itu sungguh menentramkan hati. Kemudian saat saya masuk ke kelas Matrikulasi IIP Batch#1 saya kembali menemukan materi tentang ini.  Pesan Bu Septi pada saat private coaching itu saya terima pada saat saya baru saja menjadi member aktif di IIP. Kini setelah saya menjadi ketua IIP Jakarta, pesan ter

Menulis Dengan Bahasa Sehari-hari

Ketika saya lalai menulis blog, saya memiliki banyak alasan. Mulai dari alasan fokus ibadah selam umroh, sibuk mendampingi operasi mata Ifa, sibuk dengan amanah baru di IIP dan kemudian fokus ibadah Ramadhan. Berpuluh alasan bisa saja dituliskan. Blog ini beberapa kali ditinggal namun pada akhirnya saya akan kembali ke sini. Misi bali ke blog tentu saja untuk curhat.. haha.. Saya awalnya mengira tidak ada yang baca diary online saya ini. Kalaupun ada pastilah pembaca yang suntuk asal klik, lalu tersesat ke laman ini. baca-baca dulu beberapa menit abis itu close. Mengingat apalah isi tulisan saya di sini, tidak jauh-jauh dari kisah duo pipi bulet menggemaskan. Seorang teman bercerita via chat whatsapp bahwa dia selalu mebaca postingan saya. Ketika saya absen posting, dia jadi menunggu-nunggu kisah saya. Whoaaaa.. berasa pengen pingsan saking senangnyah.. Hihihi... Namun saya juga merasa terbebani. Jika memang tulisan ini benar ada yang baca, kayaknya saya perlu meninjau ulang

Belajar Tiada Henti

Setelah menjadi ketua IIP Jakarta, suami yang dari awal memberikan dukungan tidak banyak berkomentar. Beliau menunggu hingga saya bercerita terlebih dahulu. Sementara mama bertanya: apakah sanggup memikul amanah ini? Saya terdiam, tidak mampu menjawab pertanyaan mama. Saya mengerti ini adalah amanah yang besar dan juga untuk saya yang dangkal ilmu, masih banyak yang perlu saya pelajari. Pada IIP Jakarta sendiri ada banyak hal yang perlu dilakukan: Penggabungan grup inti, pembenahan database, menyusun kegiatan, menyusun kurikulum, meletakkan peraturan dan ketentuan dalan lingkup IIP Jakarta, mengelola kelas offline, membantu member mengembangkan passion. Sungguh banyak sekali yang perlu dilakukan. Sebagai sebuah team yang berkembang, ada saja ide-ide keren dari pengurus dan member yang menunggu untuk direalisasikan. Saya belajar cara mengelola sebuah group, cara menampung gagasan dan cara menyelenggarakan kegiatan. Di dalam team kita sendiri, saya juga kerap merasakan benturan.

Being a Chief

Institut Ibu Profesional Jakarta berkembang pesat membernya, hingga menjadi 4 grup inti. Dari 4 grup tersebut lahirlah rumah belajar Boga, Menjahit, Playschooling Tomat, berkebun, Menulis dan Grafologi agar setiap member bisa mengembangkan passion-nya masing-masing. Setiap grup inti dipandu oleh 3 orang koordinator grup, dengan demikian di IIP Jkt ada 12 orang koordinator. Masing-masing dari kita tidak bertatap muka melainkan menggunakan media whatsapp untuk sharing berbagai informasi terkait IIP. Semuanya berjalan baik-baik saja. Setiap koordinator fokus mengelola grup-nya masing-masing. Karena beda gaya, jadinya dinamika tiap grup beda-beda juga. Tergantung dari cara koordinator mengelola grup.  Ketidaknyamanan terjadi ketika kita mau menggelar acara milad IIP ke-4 silam. 12 kepala berdiskusi tanpa pemimpin. Meskipun setiap kita beritikad baik dan bersemangat tinggi, namun keputusan sulit di raih. Ada nuansa sungkan dan menunda di sana. Penyebabnya adalah kita tidak ada pe

Sahabat Baru

Setelah beberapa tahun bekerja, sempat terlintas di pikiran saya bahwa kelak saya akan kehilangan teman. Dengan kondisi yang ada saat itu di kantor, saya tidak leluasa bertemu atau setidak nya ngobrol di sosmed dengan teman-teman lama. Kegiatan saling  tanya kabar dengan teman lama pun kadang beraasa garing. Sudah terlalu banyak yang terjadi dan masing-masing kita telah terikat pada ritme hidup masing-masing. Sementara teman baru pun hanya sebatas yang ada di kantor saja. Saya mulai merasa ketinggalan, atau lebih buruk lagi ditinggalkan oleh teman-teman. huhuhu... Well ternyata takdir perjalanan saya berkembang ke sisi yang tidak saya bayangkan sebelumya. Ternyata masih amat panjang perjalanan saya dan masih banyak orang yang saya temui. Juga makin banyak teman disetiap harinya. Di IIP Jakarta sendiri ada 400an member, kemudian juga kita terhubung dalam satu ikatan dengan koordinator di wilayah Indonesia dan ASEAN. Teman baru jadi banyak bangett.. Sore ini di salah satu grup IIP

Anak Bu Mar

Beberapa hari setelah menikah, suami bertemu dengan seorang temannya yang ternyata sekampung dengan saya, masih satu kecamatan. Suami yang lagi ngobrol lalu memperkenalkan saya ke temannya. Eh ternyata temannya itu nggak kenal saya, saya pun nggak kenal dia.. haha..  Hiyaaa.. ceritanya jadi mbulet :)  Suami lalu menambahkan, kalau saya adalah putri Bu Mar. Si teman langsung ngeh dan seketika mengenali saya. Kelak di masa mendatang, jika ada kesempatan yang terkait kenalan ke orang sekampung, suami mengenalkan saya plus menyebutkan nama mama. Di satu sisi kenalan dengan menyebutkan nama mamamembuat perkenalan menjadi lebih efisien dan langsung dikenali. Tapi di sisi lain saya sedih juga loh.. Udah umur segini tapi kok ya nggak punya karya yang membuat kita dikenali karena diri sendiri. Sejak kanak-kanak hingga bekerja, saya tetaplah mengenakan label anak Bu Mar.  Habis bagaimana lagi.. mama adalah kepala sekolah yang telah berpindah-pindah tempat tugas. Kemudian mama juga aktif di bida

Rumah Produktif

Suatu sore yang dingin, gerimis baru saja pergi. Menyisakan dedaunan yang basah dan suasana yang sendu. Saya dan mama yang sedang duduk di rumah kedatangan tamu. Bukan tamu jauh, namun tetangga kami dekat rumah. "Saya mau minta kerelaan ibu, seperti yang ibu bilang kalau mau daun kunyit dan daun jeruk boleh diambil aja. Kemaren saya ambil Bu, tapi bukan untuk saya, ada yang perlu dan saya ambilkan." Mama tersenyum. "Iya tidak apa-apa, tanaman bumbu memang saya niatkan untuk tetangga dan siapapun yang memerlukan. Saya ijinkan untuk diambil meskipun kami sedang tidak di rumah." Tetangga kami tadi sudah melanjutkan obrolan ke topik lain tapi pikiran saya masih nyangkut di tema produktivitas. Ada sisi lain dari nilai produktif. Tanaman yang kita tanam tidak selalu dinilai produktivitasnya berdasarkan nilai jual namun ada value lain yang berharga. 1. Memberikan kesenangan Bercocok tanam memberikan manfaat rekreasi, lebih cocoknya ya bagi yang suka memelihara tanaman yah.

Kuliner Malam di Kota Payakumbuh

Image
Saat kami dievakuasi dari Baturaja ke Payakumbuh, kami merambat pelan karena membawa uda Yose. Goncangan mobil sedikit saja akan membuat uda kesakitan. Sehingga perjalanan menjadi dua kali lipat lebih lama. Hari Senin, tiga hari pasca kecelakaan kami pun sampai di Payakumbuh.  Malam turun ketika kami hampir masuk ke perbatasan kabupaten kami. Kami pun melintasi kota Payakumbuh sekita jam sembilan malam. Kita mampir dulu di sini memenuhi keinginan uda yose untuk makan sate. Hihi.. iyah, ini memang permintaan uda Yose yang sudah sepanjang jalan menderita tapi tetap bersemangat dan kangen makan martabak mesir :) Kota Payakumbuh memang semarak di malam hari. Jajaran kuliner enak luar biasa bisa dengan mudah ditemui. Dulu pernah kita sampai di Payakumbuh jam 2 dinihari, dan masih rame ajah. Semua makanan yang diimpikan bisa ditemukan dengan mudah.. Love it.. Jadinya setiap mudik, saya dan suami bisa dipastikan malam-malamnya ke pusat kota Payakumbuh. mencari sate, martabak, teh talua,

Hari Pertama Sekolah

Image
Wajah Atya biasa saja, karena bagi Atya perpindahan dari kelas A ke B dengan suasana sekolah yang sama dan teman-teman yang itu-itu juga berasa hal sehari-hari aja. Setelah saya ceritakan bahwa kakak juga akan mendapatkan teman baru, wajah Atya mulai berbinar. Namun balik redup lagi saat saya bilang dua sahabat akrabnya tidak lagi melanjutkan di TK B sekolah ini. *pukpuk Atya Bagi Ifa, ini adalah hari yang amat bahagia. Setelah setahun lamanya menyaksikan kakak berangkat sekolah dan pulang nmembawa cerita seru, kini tiba saatnya Ifa melenggang riang ke sekolah. Selamat untuk Ifa. Pada awalnya saya kepengen menunda setahun lagi untuk Ifa bersekolah, mengingat kondisi mata Ifa yang baru saja berkembang. Tapi mengingat kondisi emosional ifa yang sudah siap bersekolah, kita akhirnya mendaftarkan Ifa ke sekolah. Berdasar pengalaman dengan Atya, sekolah ini tidak mengajarkan calistung, peduli sekali dengan kebutuhan masing-masing siswa dan guru-gurunya yang menurut penilaian saya cap

Best Friend Ever

Image
Saat kita kemaren bertemu Mbak Mia dan membicarakan tentang karakter anak-anak, kita sempat membahas tentang hubungan Atya dan Ifa yang 'rame' yah.. kalau saya lihat sih rata-rata adik kakak suka berselisih ya, suka rebutan dan ngambek-ngambekan. Tapi bagi saya yang tidak sekalipun bertengkar seumur-umur sama kakak, Atya dan Ifa ini berasa lebih banyak rusuhnya. Atya yang dari awal kelahiran adik sayang sekali sama Ifa, belakangan sering menjadi pihak tertindas. Saya dan suami padahal tidak pernah meminta kakak mengalah, juga tidak pernah mengoreksi Atya di hadapan Ifa. Namun ternyata putri kedua kami yang 'strong will' ini senang sekali menyulitkan kakaknya. Dari obrolan dengan Mbak Mia, disimpulkan bahwa pribadi Atya yang hangat membuat adik suka mencari perhatian kakak. Adik juga tahu sekali kalau kakak akan menjaganya dan tidak akan marah. Ini benar sekali, Atya memang terang-terangan bicara sama adiknya kalau Ifa harus segera lapor jika ada siapapun yang mem

Grafology in Parenting, bersama Mbak Mia

Image
Atya belakangan suka sekali menggambar, bisa menghasilkan belasan gambar perhari dan kadang lebih banyak lagi. Temanya beragam, bisa bunga, tas dengan variasi lucu-lucu, gambar orang yang dinamani Atya dan Ifa, dan berbagai benda-benda sehari-hari. Ada juga gambar yang muncul dari pemikiran atau informasi yang didengar Atya. Misalnya saat ada berita tentang ledakan kunjungan ubur-ubur di Surabaya, Atya yang saat itu bahkan tidak menatap televisi, menggambar banyak ubur-ubur, kemudian dua anak kecil di sisi garis yang katanya garis pantai. Ceritanya Atya dan Ifa sedang menyaksikan ubur-ubur. Sementara Ifa yang abru saja mendapatkan penglihatannya, suka sekali menggambar acak. Kadang merengek jika melihat kakak bisa menggambar dengan baik sementara hasil gamabr Ifa berupa benang ruwet ;) Hal ini  yang mendorong saya ingin membawa Atya dan Ifa bertemu dengan Mbak Mia. Nama lengkap beliau adalah Mbak Laksmira ratna Bayuardi, Dip.Child Psy.,MHA saya mengenal Mbak Mia di grup IIP, Mbak

Atya Mau Bertemu Atuk

Atya tidak berkesempatan bertemu ayah saya, karena papa meninggal tiga bulan setelah saya menikah. Beliau memang seringkali berdoa ketika sakit, agar dipanjangkan usia sampai anak perempuan satu-satunya menikah. Qodarullah papa memang tidak sampai bertemu cucu. padahal papa sayang sekali dengan anak kecil. Tidak terbilang banyaknya kebaikan papa pada anak kecil di sekitar rumah kami. Seiring waktu, Atya makin paham tentang pohon keluarga. Atya pun menyadari kalau ayah memiliki ayah dan bunda yang Atya panggil dengan nenek dan atuk. Atya sudah sering bertanya kenapa bunda memiliki nenek tapi tidak ada kakek. Biasanya saya jawab apa adanya, kalau kakek sudah meninggal dan beristirahat di kampung. Ketika mudik kemaren, saya berziarah ke makam papa, sendirian. Biasanya memang begini, saya tidak pernah membawa anak-anak ke makam papa karena saya tidak yakin bisa kuat bertahan tidak menangis. Jika saya sendiri saya bisa bertahan, dan hanya mendoakan papa. Namun kali ini Atya meminta unt

Petualangan Atya dan Ifa

Image
Punya banyak nenek adalah salah satu dari keseruan yang dialami Atya dan Ifa selama di kampung. Jika sebelumnya di Jakarta ada satu nenek yang membacakan buku, mendongeng dan memasak apapun menu masakan request Atya dan Ifa, maka di kampung, ada banyak sekali nenek yang ngemong. Bunda kalah suara kali ini.. hihi.. Untungnya nenek-nenek di kampung satu visi semua dalam urusan pendidikan anak-anak, jadi bunda bisa tenang :) Nenek Atuk (Ibu Mertua) sama lah kayak ke mama, nenek yang sudah biasa menjadi tempat merajuk. Namun ada beberapa nenek yang baru kali ini dirusuhin anak-anak. Namun Nek Eda yang kebagian paling repot sama anak-anak. Tek Eda adalah orang tua saya di kampung, kita tidak ada hubungan keturunan namun cinta dan hormat saya tak terbilang untuk Tek Eda. Anak-anak pun juga sayang sekali dengan Nek Eda. Kalau Nek Eda datang maka ada aja yang merajuk ke Nek Eda, kayak kurang sibuk aja Nek Eda ini. Begitu magrib tiba, anak-anak akan menunggu di depan pintu menatap sosok berm

Saya Bukan Perempuan Tangguh

Saya kira, saya tidak banyak berpikir saat kejadian pecah ban kemaren, saya hanya melakukan tindakan yang dirasa perlu di masa kritis. Saat kondisi gawat darurat tersebut berhasil dilewati, saya lantas disibukkan kegiatan perawatan (baca: mondar mandir), dan juga meluangkan waktu sebanyak mungkin dengan anak-anak. Ketika beberapa hari kemudian saya posting kejadian ini dan ada rekan suami yang bilang saya adalah perempuan yang kuat dan tangguh, saya tidak bisa menanggapi. Karena saya merasa masih cengeng dan banyak menangis, saya jauh sekali dari ciri seorang yang tangguh. Jika kejadian kemaren berhasil dilalui dengan kepala dingin, itu adalah karena peran almarhum papa dan juga sekeluarga yang ada di mobil kemaren. Almarhum papa memberikan andil besar dalam urusan ini. Papa yang mendidik saya untuk selalu berpikir tenang dalam kondisi apapun. Dulu sekali ketika kami di perkebunan kopi dan panen kopi hanya berdua saja, papa berkata "Papa akan ke sisi lereng bukit yang sana, ji

Atya dan Ifa yang Ceria

Image
Setelah postingan saya di facebook tentang musibah yang kami alami, banyak yang bertanya bagaimana dengan anak-anak? Apakah Atya dan iIa baik-baik saja? Demikian juga saat kami sudah sampai di kampung, setiap tetangga, keluarga dan kerabat yang datang pun menanyakan kondisi anak-anak saat dan pasca kejadian.  Ini adalah Atya dan  Ifa di lapaangan seberang RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Untunglah di lapangan tersebut ada banyak permainan anak-anak, semoga dengan ini Atya dan Ifa menyimpan kenangan indah di Baturaja.   Bisa saya sampaikan anak-anak dalam kondisi baik. Anak-anak berhasil sabar dan menerima kenyataan saat di TKP. Kemudian juga bersikap tenang dan kooperatif ketika saya sibuk mengurus keluarga yang sakit. Juga sangat baik dan penuh perhatian saat saya gantian menyerah kalah karena kelelahan dan kekurangan darah di H+5 lebaran. Saya kira mereka bertahan karena selama ini terbiasa curhat :) Anak-anak selama ini memang dibiasakan menyampaikan perasaan, entah rasa taku

Analisis Kecelakaan

Image
Berhubung saya tidur saat  kecelakaan kemaren terjadi, saya tidak bisa menjadi saksi yang menjelaskan bagaimana terjadinya kejadian kecelakaan kami kemaren. Hanya pemudik yang persis di belakang mobil kami yang menjelaskan bahwa ban mobil pecah dan mobil melipir ke tugu yang ada tengah pertigaan jalan. Saya pribadi lebih suka melihat kecelakaan ini sebagai ujian bagi pribadi masing-masing. Setiap kita yang ada di mobil akan menilai kejadian ini dengan sudut pandang sendiri dan kemudian mengambil ibroh yang berbeda. Saya juga tak hendak menggurui suami maupun yang lain. Hanya anak-anak yang saya berikan pengertian, bahwa kita sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa. Saya sengaja memilih begini karena dengan pemikiran ini saya bisa berdiri tegar dan melanjutkan perawatan pada keluarga. Namun, ternyata kecelakaan kemaren juga membuat saya menjadi defensif.

Ujian di Akhir Ramadhan

Image
đŸ“‘Catatan mudik 2016 Bensin #1 tol merak : Rp.210.000 Ferry : Rp.320.000 Bensin #2 Martapura: Rp.200.000 Catatan di atas diharapkan berakhir dengan beli bensin di Bukit Badantuang, menjelang masuk ke wilayah kabupaten kami. Namun tidak.. Berhenti saja sampai di sana, karena tidak jauh dari Martapura, saya terbangun. Di kursi depan suami yang baru saja menggantikan da Yose menyetir sehabis subuh sudah tidak ada. Hanya asap yang mengepul dari airbag. Suara jerit kesakitan da Yose memecah. Di depan saya Ari rebah ke Atya yang duduk diam kebingungan, di samping Atya mama tertunduk ke depan. Darah tersebar. Pada kondisi itu saya hanya bisa melihat satu gambaran saja : rumah sakit. Saya butuh ambulan untuk ke IGD. Saya bergegas mengambil dompet, dan menyerahkan Atya dan Ifa ke seorang ibu di luar sana. Begitu keluar, suami mengangguk ke saya, wajahnya sedemikian pucat. Tidak banyak yang kami bicarakan, namun kita sepakat bahwa saya akan bertanggung jawab untuk keluarga yang terluka da