Momentum Kebaikan

Beberapa bulan silam, Mama melihat saya mengemasi kertas-kertas yang berisikan random idea tentang komunitas Ibu Profesional. Lalu mama berujar, "Mama terinspirasi dari Esi yang terus bermanfaat bagi orang banyak. Mama juga ingin bisa bermanfaat, tapi belum tahu gimana caranya." 

Saya tercekat, antara bangga dan haru menjadi satu. Tapi betapapun saya bangga, saya tidak bisa memikirkan jawaban atas pertanyaan mama. Tentang bagaimana mama berkontribusi bagi masyarakat. Sebab bagi saya Mama sudah cukup banyak berbuat. Sepanjang periode pengabdian menjadi guru, Mama telah menjadi pengasuh aktivitas  anak-anak di masjid, menjadi pengurus PKK, tim kesenian, menjadi bagian dari majelis ulama nagari, mendirikan koperasi simpan pinjam bagi kaum ibu di nagari kami, dan seabrek kegiatan lainnya. Kemudian begitu pensiun mama telah membaktikan dirinya di PKK dengan seutuhnya. Mama begitu aktif di PKK Kabupaten 50 Kota dengan mengunjungi nagari-nagari terpencil, memberikan materi dan membimbing banyak kader baru. Belum lagi saat di Jakarta, Mama ikut berbagai aktivitas saya dan juga sibuk belajar di rumbel Green & Organics IP Jakarta. Dimana Mama belajar segala hal tentang berkebun dan green living secara umumnya. 

Saya tetap tidak bisa jawab pertanyaan mama itu hingga saya balik ke Jakarta. Tanya mama menggantung bagai mendung yang tidak kunjung jadi hujan. Kerinduan berbuat hal yang bermakna menebal hingga seperti hutang untuk memberikan warisak karya. Mama terus membulatkan tekad untuk menjadi perempuan sarat makna. Entah dengan cara apa. 

Sebagai bekal mama memiliki tiga kantung bekal berharga. 

  1. Keinginan berbuat banyak bagi khalayak ramai, melakukan perubahan yang berarti dan mewariskan kebaikan yang terus mengalir. 
  2. Ilmu yang telah dipraktekkan sehingga menjadi pengalaman. Ini adalah hal penting karena proses trial error dalam praktek telah memperkaya ilmu tadi. Sehingga ketika dibagikan, pesannya akan sangat kuat. Ilmu yang bukan sekadar tutur belaka, namun buah dari tindak tanduk yang telaten dijalani. 
  3. Networking yang baik. Mama yang ramah telah bersosialisasi dengan banyak pihak. Dengan cara yang membuat saya iri. Jika saya duduk seorang diri di bandara yang ramai, dapat dipastikan bahwa saya akan segera tenggelam dalam buku. Hingga panggilan boarding terdengar memenuhi ruang tunggu. Jangan tanya pada saya siapa yang duduk di sebelah dan siapa yang berada di ujung bangku nun di sana. Akan tetapi Mama, dalam waktu singkat akan bisa berteman akrab, berbagi pengalaman dan berujung ke pertukaran contact. Mama seluwes itu. Mungkin guru dan kepala sekolah sudah terlatih berkomunikasi dengan cara yang asik. 
Namun dengan bekal keren itu, tetap saja Mama belum bisa bergerak. Karena untuk sebuah perubahan perlu ada titik perubahan tempat melejitkan segala potensi. 

Momentum itu datang tak terduga, di saat penilaian nagari berprestasi. Tim penilai yang mengapresiasi kemajuan nagari kami memberikan masukan berharga. Ia menyinggung perkara sampah yang semuanya berakhir di tempat pembuangan tanpa ada sedikitpun upaya pengolahan sampah. Pada titik itu, ilmu tata kelola sampah yang telah menjadi pengalaman bagi Mama, meronta ingin menunjukkan jati dirinya. Niat Mama ingin berbuat baik bagi masyarakat menebal, dan bertransformasi menjadi tekad kuat. Atmosfer pun mendukung, dengan jejaring di sekitar mama, berupa orang-orang yang siap mendukung perubahan. Momentum itu datang. 

Bahwa mama siap melaksanakan sebuah misi yang asing bagi masyarakat. 

Networking mama sigap mendukung dengan segala bantuan. Mama pun menelpon saya dengan bahagia. 

Saya tercekat sekali lagi. 

Betapa banyak pesan dari sepenggal kisah Mama kali ini. Pesan tentang perlunya terus memiliki impian, punya niat luhur, bahwa kita perlu terus belajar dan kemudian berada di antara teman-teman yang baik. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga