Kisah Kersen

Saya berhutang masa kecil yang seru pada pohon kersen yang tumbuh di depan rumah. Pohon yang dahannya banyak itu tumbuh di pematang sawah kami yang sengaja dibentuk lebih lebar. Sengaja karena salah satu petak sawah di bawahnya digunakan sebagai tempat pemijahan ikan mas varian Majalaya. Pohon kersen itu dengan baik hati merendahkan setiap dahannya sehingga pas untuk pijakan. Ini membuatnya jadi mudah untuk dipanjat. Bahkan bagi anak-anak yang belum lihai memanjat sekalipun. Ia juga sangat murah hati berbuat. Setiap hari puluhan buah kersen muncul di ujung dahan, pun buah remaja segera merona merah dan menggoda anak kecil yang tiap hari melewatinya. 

Anak kecil itu tiada lain adalah saya sendiri. 

Seingat saya, ia tidak ditanam dengan sengaja. Melainkan tumbuh sendiri, entah karena benihnya tertiup angin atau kebawa oleh burung yang kebetulan melintas. Untung bagi benih kersen itu, karena ia jatuh di tanah yang ekstra subur. 

Sebab sepetak tanah di pematang itu afalaj gundukan dasar kolam yang rutin dikeruk. Tanah di dasar kolam mengandung kekayaan unsur hara melimpah. Sungguh tanah yang sempurna bagi sebuah benih untuk berkembang dengan baik.

Saya mengamati pertumbuhan pohon yang berdaun bak beludru itu. Mulai dari pohon kecil yang rebah saat diterpa badai, hingga batang setinggi pinggang yang suka kesenggol saat kami menuruni pematang. Hingga ia akhirnya cukup kuat menampung beban tubuh saya. Dan akhirnya ia menjadi sangat rindang dengan buah yang melimpah. 

Ia adalah teman saya saat lelah sepulang jalan kaki dari sekolah nun jauh di sana. Juga saksi dari segenap lamunan saya yang seringnya random itu. Ia juga sumber kegembiraan saya dengan buah merona yang cukup diraih begitu saja.

Masa kecil saya sungguh tidak bisa lepas dari pohon kersen. 

Beberapa hari yang lalu, saat jalan pagi bersama putri-putri saya. Saya menemukan dua bibit tanaman kersen. Menyeruak dari celah aspal. Dengan lembut saya mengambilnya. Saya berhati-hati agar semua akar kecilnya ikut terbawa. Kemudian keduanya saya pindahkan ke pot kecil. 

Mungkin bukan hanya karena sayang tanaman, tapi juga demi sepenggal kenangan.  

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga