Kisah Pohon Jambu yang Merana

Di sudut masjid Mujahidin, terdapat kolam ikan yang seringnya tidak digenangi air. Karena selokan yang mengalir di dekat masjid itu, seringkali tidak mengalirkan air sama sekali. Seisi dasar kolam dipenuhi semak liar belaka. Apabila sudah lama tidak ada gotong royong membersihkan pekarangan masjid, semak di dalam kolam akan membuncah keluar. 

Bagi kami kanak-kanak yang riang gembira, perkara kolam yang rimbun oleh belukar tidaklah masalah sama sekali. Kami tetap saja berlarian sehabis giliran mengaji. Semak yang meninggi kami anggap hutan belantara yang memperkaya keindahan fairy world dalam imajinasi anak-anak. 

Namun yang paling menarik adalah sebatang pohon jambu di salah satu sudut kolam. Batang jambu biji itu seingat saya tidak pernah bertumbuh besar. Ketika saya sudah lancar mengaji, tingginya tetap segitu saja. Batangnya hanya setinggi dada orang dewasa, namun daunnya lebat memenuhi tiap cabangnya. Hanya saja jarang sekali ia menampakkan buahnya. 

Perihal ia tidak bertumbuh besar, barangkali disebabkan oleh karena ia berada di tempat strategis. Ia berada di jalan setapak yang dilintasi siapapun yang hendak ke masjid. Malangnya bagi si jambu ini, ada pengetahuan umum bagi warga kampung, bahwa pucuk jambu biji adalah obat sakit perut yang mujarab. Karena tingginya yang pas sejangkauan tangan, maka pucuk jambu di pojok masjid itu, mudah sekali berpindah ke jemari orang yang lewat. Demikian juga buahnya. Tadi saya bilang bahwa batang jambu ini tidak pernah kelihatan buahnya. Itu bukanlah karena ia enggan berbunga dan berputik. Melainkan karena buah mudanya telah duluan bermanfaat. 

Sepanjang hari, daun mudanya dipetik,.berikut buahnya yang masih mungil. Menyebabkan jambu biji itu segitu saja tingginya. Ketika tahun berganti, anak-anak yang dulu berlarian telah beranjak remaja. Generasi kanak-kanak baru lahir dan merekalah yang kini berlarian di sekeliling masjid. Tapi di jambu yang bermanfaat itu tetap setia di sana. 

Postur si batang jambu senantiasa terlihat merana. Tapi bagi yang tahu, ia adalah pohon yang amat berjasa. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga