Kabar Kematian

Sore ini kabar duka datang dari sahabat mama, teman SMP mama tepatnya. Teman mama berpulang siang ini. Saya sempat beberapa kali bertemu beliau. Tapi di sebanyak pertemuan itu, saya tidak banyak mengenal beliau. Hanya karena sahabat mama, tetap saja terasa ada rongga yang tercipta. 


Mama bilang, sebelum berangkat ke Jakarta kemaren, mama sempat bertemu dengan temannya ini. Kemudian bermaafan dan saling merelakan. Mama mengenang dengan sedih. 


Saya tercekat. 


Hari-hari belakangan ini rasanya kita perlu sering bermaafan. Sebab tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi. 


Saya teringat dulu di awal menikah, saat saya sering nge-gas ke suami. Apabila ada yang kurang berkenan, saya bakalan vokal sekali menentang. Biasa, dulu belum bisa berkomunikasi dengan luwes.

Tapi meskipun sering berbeda pendapat, saya paling takut jika saya berpisah dari suami ketika kami masih marahan. Takut kalau-kalau meninggal sebelum mendapat ridho suami. Ini akhirnya terus kebawa sampai seterusnya. Bahkan sampai kami sudah ketemu cara ngobrol yang nyaman. Saya tetaplah takut. Takut kalau tiba-tiba Allah memanggil dalam keadaan saya belum saling merelakan. 


Lalu juga ada pengalaman lain, saat adik mama di lebaran haji tahun lalu punya request khusus. Mami, panggilan saya untuk adik mama, meminta saya dan anak-anak nginap di rumahnya. Mami kangen karena sudah lama sekali tidak punya waktu yang lapang untuk ngobrol bareng. Padahal dulu waktu mami masih tinggal di Bekasi, kami sangat sering nginap dan besoknya sarapan bersama dengan suasana hangat. Untunglah saat itu situasi memungkinkan kami nginap di rumah mami. Setelah selesai urusan korban dan beberes rumah, kami pergi ke rumah mami. Malam itu kami ngobrol dengan gembira dan baru tidur setelah larut. Pun keesokan harinya kami sarapan dengan bahagia. 


Mami berpulang ke rahmatullah tidak lama setelah itu. Saya sering membatin, untunglah waktu itu sempat nginap di rumah mami. Andai tidak, betapa akan jadi penyesalan yang mendalam. 


Sore ini, sahabat mama berpulang, namun mama lega karena tidak ada beban penyesalan. 


Saya jadi merinding, apakah saya sudah memohon kerelaan dari semua orang yang terkait dalam hidup, apakah semua hutang sudah tunai. Sebab saat tiba saatnya, sudah sangat terlambat  untuk mengulurkan tangan meminta maaf. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga