Mudik yang Children Oriented (1)

Ini versi rada serius ketimbang Tulisan yang ditulis bareng Atya kemaren, sebab mudik bareng anak adalah kerjaan yang serius. Mudik tidak hanya perjalanan pulang kampung belaka, namun lebih dari itu. Mudik adalah proses menumbuhkan cinta di hati anak. 

Jika pada orang tua, berhimpun sedemikian banyak kenangan akan kampung halaman, anak ngga gitu. Terutama yang lahir dan besar di kampung. Bonding-nya ngga akan bisa seperti orang tuanya yang menyimpan begitu banyak luapan rindu pada tanah kelahiran. Maka perlu proses pengenalan cinta pada anak, agar mudik tidak menjadi beban. Jangan sampai mudik membuat paradoks, bagi orang tua jadi perjalanan asik, bagi anak malah jadi beban yang harus ditunaikan demi patuh pada orang tua. 

Saya mengawalinya dengan adab. Adab para orang tua, adab pada guru, dan pada keluarga. Kemudian adab bertamu dan menjaga etika perilaku dan bahasa. 

Orang tua adalah guru bagi anak. Malangnya, guru satu ini adalah guru yang tidak terhenti jam kerjanya. Guru yang spesial ini selama 24 jam hidupnya dalam sehari menjadi panutan bagi anak. Maka jika sang guru ini punya kesantunan yang berpendar dalam dirinya, anak akan menangkap itu. Bagaimana kita memperlakukan orang tua kita, adalah teladan bagi anak-anak. Jadi pelajaran cinta yang terpenting adalah dengan mencintai terlebih dahulu. Baru kemudian mengajarkan maknanya. Dengan mata beningnya anak-anak menangkap seperti apa raut wajah kita saat kakeknya mengatakan hal yang bertentangan dengan pendapat kita. Pun ia juga akan melihat seperti apa kita bertutur kata jika ingin menyampaikan sesuatu yang pelik. Anak-anak memindai segala perilaku kita, dan kemudian menerjemahkannya dalam prilaku kanak-kanaknya. 

Menjadi teladan adalah kunci mengajarkan adab pada orang tua, pada guru dan sanak saudara. 

Kita dulu yang menghadirkan cinta dalam segala tindakan baru mereka bisa merasakan keberadaan cinta itu sendiri. 

Misalnya kita lagi shopping belanja baju jelang Ramadan, terus kita juga sibuk memilihkan pakaian untuk keluarga di kampung. Tanpa kita sadari, anak sudah terlibat dalam proses menumbuhkan empati. Secara berulang-ulang situasi membangun empati ini akan merajut benang kedekatan antara anak dan keluarga yang jauh. 

Oh ternyata kita punya yah, sepupu bernama A yang menyukai baju Korean Style yang berwarna pastel. Atau oh nenek ukuran sandalnya ternyata 42. Ini kalau dipikir-pikir emang perjalanan panjang sih. Belum tentu juga anak bakalan ingat nama-nama tante dan sepupu dekatnya. Tapi ya jangan mundur seketika, karena mereka akan mencatat betapa orang tuanya punya limpahan cinta di hatinya. 

Kakak A ukutan badannya semana yah.. 

Model ini kira-kira tante B seneng ngga yah..

Nenek udah punya sandal warna coklat belum yah? 

Obrolan sederhana ini akan menghantarkan anak pada suasana penuh empati. Bahwa kita mengupayakan pemberian yang terbaik pada keluarga. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga