Apabila Baper

 Ada banyak hal yang bisa bikin baper. Sesungguhnya hati kita emang serapuh itu. Itu juga alasannya kenapa Rasulullah melarang perkara bisik-bisik. Bahwa andainya kita lagi ngumpul-ngumpul barang tiga orang, maka tidak boleh yang dua bisik-bisik sementara satu orang ditinggalkan melongo. Hal ini berpotensi bikin yang satu orang ini merasa diaabaikan, dijauhi dan menjadi sumber derita. Ini bisa jadi bahan overthinking tak berkesudahan. Alangkah mulianya Rasulullah yang memikirkan perasaan hambanya sampai sedetil ini. 


Akan tetapi meski perkara bisik-bisik ini telah ditetapkan, ada banyak peluang baper lain dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pas mau belanja sayur di abang tukang sayur gerobak. Kita lihat di sana udah ngumpul banyak ibu-ibu mau beli sayur. Eh pas kita datang, semuanya sontak diam dan berpandangan. Atau bisa jadi malah mereka bubar bareng. Tak ayal di hati akan bertanya-tanya, ada apa ya kok begini.  Atau teman-teman ngumpul dan pasang status hepi ketemuan bareng, tanpa kita diajak ikutan. Hiks.. dalem banget sakitnya.. huhuhu.. 


Dalam hubungan antar manusia, banyak sekali kemungkinan baper begini. 


Bisa jadi karena masalah komunikasi. Terhadap agenda ngumpul-ngumpul itu, siapa tahu ada satu orang yang ditugaskan menghubungi semua peserta acara ngeriung itu. Etapi ternyata kawan yang bertugas itu nyimpannya nomor kita yang lama. Melayanglah sudah pesan berharga itu ke nomor handphone yang sudah lama  tidak aktif itu. Sementara kita bertanya-tanya apa kesalahan yang telah diperbuat hingga lalu dikucilkan. Terusas bisa juga sih kitanya yang dianggap bukan lagi teman asyik. Hiks.. 

Yaa ini bisa jadi karena kitanya yang belakangan sibuk sendiri. Lantas jadi minim komunikasi. Terus juga kalau nulis di sosmed, udah seakan berada di dunia lain aja gitu. Akhirnya teman-teman merasa kita udah meninggalkan mereka.

Nah soalan baper ini meski bisa menimbulkan efek mendalam, namun juga bisa diatasi dengan cara sederhana. 

Yaitu kita kudu paham dengan apa yang tengah kita tuju dan nyadar banget dengan segala sebab akibat tindakan kita. 


Jika kita memilih untuk setahun ke depan mau fokus belajar jahit misalnya. Lalu kita sibuk mantengin channel youtube para penjahit. Terus ikutan kursus jahit. Sampai di rumah, sibuk praktek jahit sampai larut malam. Semua makanan jadi dipesen online saja. Kita telah berpotensi jadi bahan pertanyaan ibu-ibu yang biasanya ketemuan sama kita saat belanja sayur. 

Lah terus gimana.. 

Khan ngomongin orang itu engga boleh.

Ya memang ngga boleh sih. 

Tapi khan kita ngga bisa mengontrol orang lain berpikir dan bicara apa. Kita hanya bisa mengontrol tindakan kita belaka. 

Maka ketika sudah memilih suatu hal, pahami konsekuensinya dan siap mengatasi rintangan yang tumbuh. 

So kita tinggal melenggang ke tukang sayur dan bilang, "Hai, lama nih ngga ketemu, abis aku lagi akrab sama mesin jahit belakangan ini."

Pasti semua bakalan koor bilang, "Oooh.." 

Hahaha.. kalau responnya ngga gitu gimana.. 

Ya tetap senyum aja. Toh kita memang perlu menerima konsekuensi atas segala pilihan yang dibuat

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga