Latihan Takwa yang Tidak Boleh Disia-siakan

 Ada drama.menarik di channel Youtube DAAI TV, judulnya Guruku Sayang. Ceritanya tentang perjalanan seorang guru, yah tentu saja amat menarik. Sebab guru sehari-hari dikelilingi oleh anak-anak yang seru dan spesial. Bagaimana bisa engga punya pengalaman unik-unik. Nah di drama ini, saya justru terpikat pada soundtracknya. Ada sepenggal kalimat yang ngehek banget. Dalam artian, mengena banget, malah nampol abis sebenarnya. 

Bunyinya gini: 


"Jika tak suka orang lain, ubahlah diri sendiri. Jika kurang membina diri, kan mudah marah."


Tuh kan.. 

Gimana coba ego diri ini. Pas lagi kesel sama orang lain, malah mesti segera introspeksi dan perbaiki diri sendiri. Boro-boro mau nulis status curhat, yang ada malah menekur dan menyimak kekurangan diri. 

Hiks.. 

Tapi ini adalah tindakan yang benar. 

Kita tidak bisa mengontrol tindakan orang lain, tapi kita selalu bisa meningkatkan potensi diri kita. 

Semangattt... 


Saking sukanya saya sama soundtrack yang satu ini, sampai disetel berkali-kali. Tapi ya engga juga menjamin bahwa saya anti kesel sama orang lain. 


Tetep saja jelang lebaran karen, saya mengambil ancang-ancang khusus. Ini terkait pertanyaan usil dari handai taulan sanak saudara kawan dan tetangga nanti. Saya bayangkan, seperti biasa, mereka akan menuntut saya memiliki anak laki-laki. Udah bukan sekadar nanya lagi soalnya, seringkali udah ke bagian mempertanyakan kenapa tidak berjuang terus agar punya anak laki. 


Saya membayangkan betapa saya akan menjawab tuntutan itu dengan kalimat-kalimat panjang. 


Pertama-tama, tentu saja saya akan katakan betapa kami sekeluarga sangat bahagia. Andaikata ada audit terhadap status sosmed saya dan suami, niscaya tidak akan ada keluh kesah sepenggal jua, akan ketiadaan anak laki-laki. Serius kami mah asik-asik saja. Kepikiran juga engga. Lalu saya akan teruskan dengan wejangan-wejangan lain.  Yang kemudian ditutup dengan ucapan bahwasanya keturunan adalah amanah dari Allah. Hanya Allah sajalah yang bisa menentukan siapa yang mengemban tanggung jawab membesarkan anak laki-laki. 

Tentu saja segala kalimat itu harus disampaikan dalam satu kesempatan panjang tanpa jeda. Untuk membuktikan betapa bulat tekad saya, yang ingin menunjukkan betapa segala tuntutan punya anak ini sangatlah tidak menyenangkan.


Demikianlah niat yang melintas di pikiran saya saat kami menginjak jalur lintas Sumatera. 


Untung saja.

Sungguh beruntung saya sekilas membaca tweet dari prof. Nadir yang isinya kira-kira: 

Andai ucapan semacam 'kapan nikah' membuatmu emosi, jangan-jangan Ramadan kemaren gagal mendidikmu menjadi orang yang bertakwa. 


Dhuarrr... 


Ini  efeknya lebih parah dari sountrack Guruku Sayang. Hiks.. 

Inimah ditampol bolak balik dan dijorokin ke air seember biar segera sadar diri.


Betapa benar perkataan itu. 


Ramadan adalah latihan menuju insan bertakwa, salah satunya dengan berhati-hati menjaga perkataan dan perbuatan. Segalanya mestilah dijaga agar senantiasa berada di jalur yang 

sesuai dengan ajaran Al Quran dan  dicontohkan Rasulullah. Sehingga tidak ada kata dan tindakan kita yang menyakiti pihak lain. Meskipun pihak dimaksud menggoreskan ketidaknyamanan pada kita. 


Astaghfirullah.

Semoga setelah Ramadan berakhir, tidak ada kata dan tindakan yang sia-sia apalagi menyakitkan. Aamiin.. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga